Kegelapan di Laut Dalam

Laut dalam (deep sea) adalah bagian dari laut yang sangat gelap. Hingga saat ini, laut dalam masih merupakan misteri bagi manusia. Penelitian di laut dalam sendiri hingga saat ini masih sangat terbatas. Hal yang menarik, adalah ketika kita coba membuka Al Qur’an Surat An-Nur ayat 40, yang artinya:

Atau (keadaan orang-orang kafir) seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh gelombang demi gelombang, di atasnya ada (lagi) awan gelap; itulah gelap gulita yang berlapis-lapis. Apabila dia mengeluarkan tangannya, hampir (dia) tidak dapat melihatnya. Barangsiapa tidak diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, maka dia tidak mempunyai cahaya sedikitpun. (QS. An-Nur [24] :40)

Sinar matahari diserap pertama kali oleh awan, kemudian sebagian cahaya tersebut dipantulkan kembali ke atas dan mengalami penyebaran sehingga bagian bawah awan akan lebih gelap dari bagian atasnya. Ini adalah kegelapan lapisan yang pertama. Jika cahaya sampai pada permukaan laut, maka ia akan dipantulkan oleh pemukaan ombak, kadar sinarnya bergantung pada sudut ombak yang dibentuk. Cahaya yang tidak sempat dipantulkan akan masuk ke dalam lautan. Dan kini, kita akan membagi lautan tersebut menjadi beberapa lapisan.

Sebagaimana diketahui cahaya terdiri atas tujuh warna. Apabila cahaya menyentuh air, maka akan terurai menjadi tujuh warna yang indah. Pada gambar di bawah ini, kita dapat melihat gambaran cahaya yang menembus laut dalam. Lapisan atas (30 meter pertama dari permukaan laut) akan menyerap warna merah. Oleh sebab itu, jika seorang penyelam di kedalaman ini terluka, dia tidak akan bisa melihat darahnya disebabkan warna merah tidak sampai di kedalaman itu. Dengan cara yang sama, warna jingga diserap di peringkat berikutnya pada kedalaman 50 meter, dan seterusnya hinga warna biru diserap di kedalaman lebih dari 200 meter. Dari keterangan ini, kita dapat memahami fenomena laut dalam menjadi semakin gelap secara berangsur-angsur, disebabkan oleh lapisan-lapisan cahaya tidak mampu ditembus pada kedalaman tertentu seperti yang telah diterangkan dalam ayat tersebut.

Gambar di atas memberikan ilustrasi dasar bagaimana cahaya dengan warna-warna yang berbeda menembus air laut. Air akan menyerap warna-warna hangat seperti merah dan jingga (cahaya dengan panjang gelombang yang panjang) dan menghamburkan warna yang lebih dingin (cahaya dengan panjang gelombang yang pendek). (oceanexplorer.noaa.gov)


Gelap gulitanya laut dalam telah diakui secara ilmiah oleh para ilmuwan. Menurut mereka, air tidak hanya menyerap sebagian warna sinar matahari, tapi ia juga secara dramatis merubah intensitasnya. Di laut terbuka yang jernih, cahaya tampak berkurang 10 kali setiap penambahan kedalaman 75 meter. Artinya, pada kedalaman 75 meter terangnya cahaya hanya tinggal 10% dibanding di permukaan, dan pada kedalaman 150 meter hanya tinggal 1% saja. Pengurangan intensitas ini menjadikan laut dalam adalah tempat yang gelap gulita.

Kondisi cahaya akan mempengaruhi fungsi penglihatan manusia. Mata manusia, sebagai contoh, berfungsi dengan baik pada saat terang seperti siang hari hingga pada saat hanya terdapat bintang di langit, dengan kisaran kira-kira sebesar 12 orde magnitudo dimana setiap orde menyatakan 10 kali perbedaan. Jadi, secara teori, jika intensitas cahaya di laut berkurang 10 kali setiap penambahan 75 meter, maka mata manusia hanya akan mampu melihat hingga kedalaman 900 meter saja. Kedalaman laut rata-rata adalah 3795 meter, artinya mata manusia sudah tidak akan sanggup untuk melihat apapun di laut dalam, karena secara teori manusia hanya akan mampu melihat hingga kedalaman 900 meter saja. Hal ini yang dalam surat An-Nur diumpamakan sebagai: ”Apabila dia mengeluarkan tangannya, hampir (dia) tidak dapat melihatnya.”

Pengukuran yang dilakukan dengan teknologi masa kini berhasil mengungkapkan bahwa antara 3 hingga 30% sinar matahari dipantulkan oleh permukaan laut.Jadi, hampir semua tujuh warna yang menyusun spektrum sinar matahari diserap satu demi satu ketika menembus permukaan lautan hingga kedalaman 200 meter, kecuali sinar biru. Di bawah kedalaman 1000 meter, tidak dijumpai sinar apa pun.


Sedangkan firman Allah dalam ayat tersebut yang menunjukkan fenomena "gelombang demi gelombang" atau ombak yang diatasnya ada ombak lagi dikenal sebagai gelombang internal (internal wave). Pembahasan mengenai gelombang dalam oseanografi secara umum dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu gelombang permukaan dan gelombang internal. Gelombang permukaan adalah fenomena yang akan kita temui ketika mengamati permukaan air laut, dan biasa disebut sebagai ombak. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya ombak adalah hembusan angin, disamping ada pula faktor lain seperti pasang surut laut yang terjadi akibat adanya gaya tarik bulan dan matahari. Sementara itu, gelombang internal terbentuk akibat adanya perbedaan rapat massa atau densitas air laut dengan gaya pembangkit yang dapat berasal dari angin, pasang surut atau bahkan gerakan kapal laut. Densitas air laut dipengaruhi oleh tiga parameter yaitu salinitas (kadar garam), temperatur dan tekanan. Perbedaan densitas akan mengakibatkan air laut menjadi berlapis-lapis, dimana air dengan densitas yang lebih besar akan berada di bawah air dengan densitas yang lebih kecil. Kondisi ini akan menyebabkan adanya lapisan antar muka (interface) dimana jika terjadi gangguan dari luar akan timbul gelombang antar lapisan yang tidak mempengaruhi gelombang di permukaan.

Gelombang internal ini tidak akan bisa kita lihat karena ia terjadi di lapisan dalam, namun dapat dideteksi dengan cara melakukan pengamatan atau pengukuran langsung piknoklin (lapisan dimana densitas air laut berubah secara cepat terhadap kedalaman) atau termoklin (lapisan dimana temperatur air laut berubah secara cepat terhadap kedalaman) dengan menggunakan sensor-sensor pengukuran temperatur dan salinitas air laut, kecepatan arus laut, atau peralatan akustik seperti sonar. Secara visual, ia baru bisa dilihat jika kita melakukan percobaan di laboratorium atau mengamatinya dari udara atau ruang angkasa dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh (remote sensing). Bagian terakhir inilah yang perlu kita garis bawahi dan mendapatkan perhatian lebih. Bagaimana sebuah fenomena alam yang dalam mengungkapkannya diperlukan teknologi yang canggih, sudah tertulis secara jelas dan eksplisit dalam Al-Quran sebelum teknologi itu ada. Sungguh, fakta yang baru saja diketemukan para ilmuwan ini memperlihatkan sekali lagi bahwa Al Qur'an adalah kalam Allah.

Illustration of a ship using multibeam sonar to map the seafloor in a swath below the ship as it drives forward. (oceanexplorer.noaa.gov)


Sekarang kita akan membahas bagian terakhir dari ayat tersebut. Berbeda dengan mata manusia, mata ikan memiliki kemampuan adaptasi yang sangat baik dan barangkali 10 hingga 100 kali lebih sensitif daripada mata manusia. Mata ikan laut dalam diperkirakan dapat berfungsi hingga kedalaman 1000 meter atau lebih. Di kedalaman ini, ada beberapa binatang yang memiliki fungsi penglihatan sehingga mampu mendeteksi bioluminescence (emisi cahaya oleh organisme hidup). Makhluk laut yang mampu membuat cahaya terdapat di mana-mana. Bioluminescence sendiri merupakan hal yang lumrah karena ia memberikan kemampuan untuk mempertahankan diri yang sangat berarti bagi binatang yang bersangkutan. Di darat kita mengenal fenomena ini pada kunang-kunang. Cahaya ini membantu binatang untuk mencari makanan, menarik perhatian pasangannya dan mempertahankan diri dari serangan pemangsanya.

A common source of bioluminescence in the pelagic zone include fish, squid, shrimp and jellyfish. (Image courtesy of Islands in the Sea 2002, NOAA/OER)


Fenomena bioluminescence menunjukkan bahwa para penghuni laut dalam masih mampu untuk melakukan aktivitas sebagai makhluk hidup meskipun ia tinggal di kondisi yang gelap gulita. Hal ini karena mereka diberi kemampuan untuk menghasilkan cahaya secara alamiah. Hal ini yang dalam surat An-Nur digunakan sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir: “Barangsiapa tidak diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, maka dia tidak mempunyai cahaya sedikitpun.” Dengan kata lain barang siapa yang diberi cahaya, maka ia akan mempunyai cahaya. Inilah sisi lain keindahan Al Qur’an yang menggunakan gaya bahasa yang sangat puitis dalam menggambarkan sesuatu.

0 komentar:

Posting Komentar

 

DesignBlog BloggerTheme comes under a Creative Commons License. This template is free of charge to create a personal blog. You can make changes to the templates to suit your needs. But You must keep the footer links Intact.