Akankah waktu bisa terulang?

Gg. Cintawangi No. 9, Jl. Ir. H Djuanda, Dago, Bandung. Selasa, 11 Oktober 2011, ketika matahari naik sepenggalah atau lebh sedikit.

Pening di kepalaku masih sedikit terasa memberatkan, walau keadaannya telah jauh lebih baik daripada tadi malam.  Kulihat alat penunjuk waktu, jarum pendek hampir menuju angka delapan, sedangkan jarum panjang baru saja melewatinya. Pagi ini aku masih di rumah, karena hari Selasa hanya ada jadwal asisten kelas Agama dan Etika Islam mulai pukul 09.00. Kuputuskan untuk mengeset alarm di handphone pukul delapan tepat. Ya, pagi ini aku coba untuk beristirahat sejenak, hanya seperempat sampai sepertiga jam, barangkali untuk menyapu bersih rasa pening yang masih tersisa, atau sekadar menghilangkan rasa kantuk yang ada. Seketika kupejamkan mata dan jiwaku pun berada dalam genggaman Allah.

Terkadang ada sesuatu yang tidak bisa kita kendalikan, baik ketika sadar, apalagi saat dalam kondisi kesadaran tidak sepenuhnya. Hinga dalam keadaan terlelap, aku mungkin saja baru melewatkan saat-saat emas yang tidak dimanfaatkan dengan baik. Ketika udara mulai terasa panas dan matahari pun telah melewati puncak peredarannya, aku baru tersadar. "Astaghfirullah...", aku baru saja mengabaikan tugas menjadi asisten AEI. Aku juga tidak mengumpulkan tugas pendahuluan praktikum yang seharusnya dikumpulkan sebelum pukul 11.00. Tidak hanya itu, aku juga telah melewatkan shalat Dhuha dan shalat Dhuhur berjamaah. Tapi mau bagaimana lagi? Menyesal, tapi tak bisa berbuat banyak. Kalau boleh aku menyalahkan handphone saja, kenapa deringnya tidak bisa membangunkanku?? Tapi masa iya, aku menyalahkan sesuatu yang tidak bisa berbuat apa-apa. Jika ada sesuatu yang tidak aku senangi, maka yang patut disalahkan hanyalah diriku sendiri.

Memang benar, sesuatu yang sangat berharga dalam hidup ini adalah detik yang baru saja kita lalui. Setiap orang memilikinya, namun tidak semuanya memanfaatkan dengan bijak. Dalam keadaan seperti ini aku mencoba berangan-angan, andai saja waktu bisa terulang. Namun aku yakin, itu suatu keinginan yang tidak mungkin dapat terwujud.

Masih dalam rasa penyesalanku, tiba-tiba saja handphoneku berdering. Tapi deringnya kali ini tidak seperti biasanya, ia berdering dengan volume yang pelan dengan nada dering yang menurutku bukannya bisa membangunkan orang yang sedang tidur, justru bisa menidurkan orang yang masih terjaga, terutama untuk anak-anak. Wah, ternyata ada yang salah dengan settingan alarm di handphoneku tadi, seharusnya tidak menggunakan nada dering itu dan seharusnya pula suaranya bisa lebih keras. Seketika itu aku melihat penunjuk waktu di sana, menunjukkan pukul 08.00. Hah, kok bisa??? Ternyata aku baru tersadar kalau aku baru saja terbangun dari mimpi panjangku dalam tidur singkatku. Aku terbangun oleh nada alarm tadi yang menurutku lebih cocok digunakan untuk menidurkan anak-anak. "Alhamdulillah...", segala pujibagi Allah yang telah menghidupkanku setelah kematianku, dan kepada-Nya-lah kami akan dibangkitkan.

Setelah itu, aku pun bersiap-siap untuk menjalani hari ini dengan penuh semangat. Aku pun merasa lebih sehat walaupun hanya sekejap memejamkan mata, karena rasa peninku pun kini telah lenyap. Dan waktu tidurku tadi, bisa menjadi masa-masa emas dengan hikmah yang sangat berharga untuk lebih menghargai waktu. Setelah itu, aku pun bisa menunaikan tugas dan tanggung jawab yang baru saja aku "abaikan" dalam mimpiku tadi.

Dari kisah ini, kita bisa belajar banyak hal, terutama dalam persoalan waktu. Teringat buletin Misykat edisi 46 yang terbit hari Jumat lalu yang membahas surat ke 103 dari Al-Qur'an. Allah bersumpah dalam surat ini dengan berfirman: "Wal 'Ashr", sehingga surat ini perlu mendapat perhatian khusus bagi kita. Kata ini berarti "menekan sesuatu sehingga apa yang terdapat ada bagian terdalam dari padanya nampak ke permukaan atau keluar" atau singkatnya "memeras". Waktu perjalanan matahari setelah melewati pertengahan, ketika manusia selesai dari aktivitasnya memeras keringat (berusaha), disebut al-'ashr.

Menurut Ustadz Zulkarnaen, pada ayat ini Allah bersumpah dengan kata al-'ashr, seolah-olah Allah ingin menyampaikan bahwa hasil apapun yang dicapai menusia setelah memeras keringatnya, sesungguhnya ia akan merugi. Kecuali tentunya, jika ia beriman dan beramal sholeh. Kerugian itu mungkin tidak akan dirasakannya pada waktu dini, tetapi pasti akan disadarinya pada "waktu ahsar" kehidupannya, menjelang "matahari" hayatnya terbenam. Seperti kata pepatah, "Penyesalan selalu datang terlambat".

"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh dan nasehat menasehati supaya menaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran." (QS. Al-'Ashr)

0 komentar:

Posting Komentar

 

DesignBlog BloggerTheme comes under a Creative Commons License. This template is free of charge to create a personal blog. You can make changes to the templates to suit your needs. But You must keep the footer links Intact.