Berbagi Cinta, Berbagi Cerita

Sembilan bulan berada di rahim ibu, Allah telah menyempurnakan bentuk tubuhku. Selasa, 24 Desember 1991, 16.05 WIB adalah titik awal perjalanan panjang hidupku menjadi kahlifah di bumi. Banjareja, sebuah desa kecil di Kecamatan Nusawungu, Kabupaten Cilacap menjadi tempat yang Allah pilihkan untukku merasakan segarnya oksigen di saat-saat pertama yang Dia sediakan untuk menjalankan berbagai proses biologis dalam tubuhku.
Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu sebagai tempat menetap dan langit sebagai atap, dan membentukmu lalu memperindah rupamu serta memberimu rezeki dari yang baik-baik. Yang demikian adalah Allah, Rabbmu, Maha Agung Allah, Rabb semesta alam. (QS. Al Mu’min [40]: 64)
Walaupun berawalan “Ci”, Kabupaten tempat kelahiranku berada di wilayah Provinsi Jawa Tengah yang masyarakatnya masih memiliki adat dan kebudayaan Jawa. Karena itu, orang tuaku memberi nama putra bungsunya ini Wardoyo, hanya satu kata layaknya orang-orang Jawa pada umumnya. Sejak kecil orang tuaku sudah mengajariku baca tulis dan berhitung. Umur 5,5 tahun aku langsung masuk SD tanpa malalui TK terlebih dahulu. Pada saat inilah aku menyandang nama Setyo di depan kata Wardoyo. Setyo berarti SETIA dan Wardoyo berarti HATI.

 

Kabupaten Cilacap

Setiap Caturwulan aku pulang mambawa rapor dengan predikat rangking satu. Hingga saat awal kelas empat, ayahku menempatkan aku di Pondok Pesantren Al Falah, Sumpiuh, Kabupaten Banyumas. Aku pun harus pindah sekolah. Sebenarnya ibuku sangat berat melepas putra tercintanya yang masih kecil ini untuk hidup mandiri. Namun cinta-jualah yang menuntun hati ayahku untuk memberiku kesempatan belajar lebih banyak tentang agama yang aku yakini lebih dalam. Orang tua adalah pelita hidup, kasih sayangnya tak diragukan lagi bak mentari menyinari bumi, mereka tahu mana yang terbaik untuk buah hatinya, doanya tak tertolak, dan ridho Allah terletak pada ridho mereka. Sudah selayaknya kita berbuat baik kepada mereka.
Dan Kami perintahkan kepada manusia agar (berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS. Luqman [31]: 14)
Di tempat yang baru, aku harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan teman-teman baru. Tapi sayangnya, aku tidak bisa mempertahankan prestasiku di peringkat teratas. Akhirnya, setelah satu setengah tahun meninggalkan kampung halaman, aku kembali ke sekolah asal dan berhasil meraih prestasiku yang dulu. Bahkan, berbekal KERJA KERAS dan pengalamanku di pesantren, aku berhasil menjuarai lomba Pendidikan Agama Islam di tingkat Kabupaten. Teman-teman sangat senang menyambutku kembali, termasuk temanku yang sempat menjadi ranking satu saat aku pergi, tidak ada rasa kesal dari raut wajahnya setelah aku merebutnya kembali. Sebagai saudara yang terikat dalam pertalian akidah, tidaklah pantas bagi kita untuk bermusuhan.
Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. (QS. Al Hujurat [49]: 10)
Lulus SD, aku memutuskan untuk melanjutkan ke SMP Negeri 1 Sumpiuh, SMP yang cukup terpandang di daerah sekitar tempat tinggalku. Setiap hari aku harus mengayuh sepedaku menelusuri jalan berbatu dari rumah ke sekolah sejauh 12 km. Sebenarnya jalan yang aku lalui sudah beraspal, namun banjir yang melanda hampir setiap tahun membuat jalan ini menjadi sangat tidak layak untuk dilalui. Aku harus bangun pagi untuk berangkat pukul 05.30, sedangkan pulang sekolah sekitar pukul 15.30 baru sampai di rumah, apalagi jika ada kegiatan ekstrakurikuler, bisa sampai pukul 18.00. Aku menjalani semua itu dengan senang hati karena aku tidak sendirian, ada teman-teman yang berjuang bersama menembus kabut pagi dan menahan teriknya matahari. Terkadang pada saat pulang kita beristirahat di suatu warung untuk melemaskan kembali otot-otot yang kaku oleh timbunan asam laktat. Sepotong roti dan segelas es campur bisa me-refiil energi yang hampir habis untuk melanjutkan perjalanan, nikmat sekali rasanya.
Maka nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dustakan? (QS. 55:13)
Joglo SMP Negeri 1 Sumpiuh
Di kelas satu, aku berada satu kelas dengan teman yang menjadi ranking satu saat aku tinggal di pesantren. Untuk menggapai prestasi, kali ini aku tidak cukup hanya dengan kerja keras, tetapi juga harus BEKERJA CERDAS. Akhirnya dengan izin Allah, aku bisa menduduki peringkat pertama tiap semester di sekolah bervisi “Unggul dalam Prestasi, Berperilaku Santun, dan Agamis” ini. Kelas dua aku gunakan untuk mengembangkan potensi diri, khususnya dalam bidang organisasi dan kepemimpinan. Di saat pengalaman organisasi yang aku miliki masih sangat minim dan kemampuan kepemimpinanku masih sangat kurang, Allah memberiku kesempatan untuk mempelajarinya sebagai seorang Ketua OSIS. Tetapi di balik itu, ada tanggung jawab besar yang harus ku emban. Tugas menjadi pemimpin suatu organisasi tidaklah mudah, tidak hanya membutuhkan kerja keras dan kerja cerdas, tetapi juga harus BEKERJA TUNTAS. Setiap program kerja yang direncanakan harus dilaksanakan dengan mengerahkan seluruh pengurus yang membantuku dalam menjalankan tugas, karena dalam amanah ini terdapat janji-janji pernah diutarakan dan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya. (QS. Al Isra’ [17]: 34)
Dimensi keempat terus berjalan, mengkorosi sisa usia yang Allah tetapkan untukku menjadi khalifah di bumi. Tiba saatnya bagiku memikirkan kemana aku akan melanjutkan sekolah. Saat itu aku ingin menunut ilmu di sekolah yang berkualitas. Ada dua nama yang menjadi prioritasku, SMA Negeri 1 Yogyakarta dan SMA Negeri 1 Purwokerto. Namun ayahku berkata lain, beliau menyarankan agar aku mendaftar di SMA Taruna Nusantara, aku pun hanya terdiam. Akhirnya aku mengikuti keinginan ayahku dan menjalani seleksi akademik di Semarang. Hasilnya aku dinyatakan berhak untuk mengikuti tes psikologi, kesehatan dan wawancara di Magelang, aku pun menjalani semua tes itu walaupun dengan setengah hati. Selama satu minggu mengikuti rangkaian seleksi, hari terakhir adalah hari pengumuman. Ratusan hati berdegup kencang, aku bisa merasakan atmosfer kecemasan yang menglingkupi Gedung Olahraga tempat berlangsungnya pengumuman, walaupun aku sendiri tidak merasakannya. Penantian yang cukup lama menyisakan 324 calon siswa yang tertinggal di dalam ruangan dan aku termasuk salah satu dari mereka. Setelah kami dinyatakan diterima, banyak ekspresi yang muncul saat itu, begitu juga dengan ayahku yang menunggu di luar ruangan, ketika aku menghampirinya beliau menangis haru karena putranya diterima di salah satu sekolah berasrama terbaik di Indonesia melalui jalur beasiswa yang hanya diberikan kepada sekitar 40 orang. Namun aku tidak tahu bagaimana perasaanku saat itu, hanya berharap inilah jalan terbaik yang Allah sediakan untukku, karena tidak mungkin aku mengecewakan orang tuaku.
Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu-bapakmu. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka jangan sekali-kali engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah engkau membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik. (QS. Al Isra’ [17]: 23)
Hari-hari pertama di sekolah berdisiplin tinggi ini tidak sesuai dengan yang aku bayangkan. Tiga bulan masa PDK (Pendidikan Dasar Kedisiplinan) aku jalani dengan memaksakan diri. Di sini, aku bertemu dengan teman-teman dari berbagai suku dan daerah yang berbeda-beda. Kami diharuskan untuk saling mengenal satu sama lain, tidak hanya namanya saja tetapi juga asalnya, karena inilah tingkatan ukhuwah yang paling rendah, ta’aruf.
Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sungguh, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al Hujurat [49]: 13)
Walaupun dengan berat hati, selesai PDK aku menjadi lebih dewasa dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan. Seperti kata-kata yang tertera di prasasti Ki Suratman, Ketua Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, salah satu pelopor berdirinya SMA Taruna Nusantara, “DISIPLIN PRIBADI MENDORONG TUMBUH KEMBANGNYA KRETIVITAS.” Sedangkan dalam masalah nilai, aku tidak bisa bersaing dengan orang-orang terbaik dari seluruh Indonesia. Bahkan ketidakcemerlangan prestasiku selama dua semester membuat keberlangsungan beasiswaku terancam hingga aku sempat menerima surat peringatan pemberhentian beasiswa. Saat cuti, aku sempatkan main ke rumah seorang temanku saat SD dan SMP yang lokasinya tidak jauh dari rumahku. Kami bercerita banyak hal dan berbagi pengalaman masing-masing. Diantara perbincangan kami yang membuatku kaget, dari 19 anak yang dulu satu kelas sewaktu SD, hanya tinggal kami berdua yang masih menikmati indahnya bangku sekolah. Belasan teman kami harus berjuang menghadapi kerasnya hidup di usia yang masih sangat belia. Bahkan diantara mereka ada yang sudan berkeluarga. Cita-cita menjadi dokter, guru, polisi, atau pilot yang dulu pernah mereka sebutkan kini hanya menjadi angan-angan belaka. Keterbatasan ekonomi membuat mereka harus mengubah haluan hidup mereka ke arah yang tidak seharusnya. Kondisi yang memprihatinkan ini membuatku tersadar bahwa kesempatan yang Allah berikan untukku sangat besar, dan memberiku semangat baru untuk memanfaatkan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya. Allah telah menempatkanku di tempat yang terbaik untuk mengembangkan intelektual, kepribadian dan kesamaptaan jasmani yang tidak bisa dinikmati oleh semua orang. Selain itu, aku juga belajar nilai-nilai religius dengan menggali ilmu-ilmu Islami yang sebelumnya belum kuketahui. Di tempat inilah aku menemukan Islam yang sebenarnya, Islam yang berpegang teguh kepada Al Qur’an dan As Sunnah, kembali kepada Allah dan Rasul-Nya. Banyak sekali nilai-nilai kehidupan yang bisa aku pelajari di sini. Hingga akhirnya, aku tetap bisa melanjutkan belajar di SMA Taruna Nusantara dengan beasiswa yang terus berjalan. Sekarang, aku sangat bersyukur bisa menimba ilmu di sekolah yang berwawasan Kebangsaan, Kejuangan, dan Kebudayaan ini.
Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak mampu menghitungnya. Sungguh, manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). (QS. Ibrahim [14]: 34)

Balairung Pancasila SMA Taruna Nusantara
Tidak hanya sampai di sana, Allah juga memberiku kesempatan untuk mengukir prestasi dalam ajang olimpiade. Kecintaaku pada angka-angka membawaku tergabung menjadi salah satu dari 5 yang mewakili SMA TN mengikuti OSP (Olimpiade Sains Provinsi) bidang Matematika. Kami tidak melalui seleksi tingkat Kabupaten karena mendapat kuota khusus dari Dinas PendidiKan Provinsi Jawa Tengah. Saat itu aku adalah orang yang paling tidak diunggulkan, namun hasil OSP mengantarkan aku lolos ke OSN yang tahun ini diselenggarakan di Surabaya bersama 14 wakil dari 6 Mata pelajaran lain. Sangat berat mengikuti ajang sekelas Olimpiade Sains Nasional untuk mempertahankan tradisi prestasi SMA TN. Sayang, pengorbanan meninggalkan pelajaran untuk mengikuti pelatihan dari Dinas Provinsi di Semarang tidak membuahkan hasil apa-apa. Rasa malu dan kecewa bercampur baur saat aku pulang ke kampus. Lebih dari sebulan telah “melarikan diri” dari rutinitas upacara, apel, dan olahraga pagi hanya pulang dengan tangan kosong, sedangkan teman-temanku yang lain berhasil meraih 2 medali emas, 4 medali perak, dan 5 medali perunggu. Kekalahan ini tidak lekas membuatku putus asa, tapi justru memberiku tamparan keras untuk menjadi pelajaran berharga. Aku menjadi jauh lebih serius dalam mempersiapkan diri untuk OSN berikutnya. Ribuan soal aljabar, teori bilangan, geomerti, dan kombinatorik aku lahap hampir setiap hari. Apalagi setelah mendekati masa-masa seleksi, hampir setiap malam aku dan beberapa temanku belajar di laboratorium sampai larut. Di kesempatan terakhir ini, aku dan sebelas wakil SMA TN yang lain berhasil losos ke OSN yang diselenggarakan di Makassar. Pada OSN kali ini aku mendapat tanggung jawab yang lebih besar karena hanya aku seorang diri yang mewakili SMA TN di bidang Matematika. Pelatihan selama sebulan di Salatiga aku manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Udara yang dingin tidak menyurutkan semangat lebih dari seratus wakil Jawa Tengah untuk belajar dari pukul 8 pagi hingga pukul 10 malam. Setelah berusaha sekuat tenaga, aku serahkan hasilnya kepada Allah.
(Dialah) Allah, tidak ada Ilah selain Dia. Dan hendaklah orang-orang yang mumin bertawakkal kepada Allah (saja). (QS. At Tagabun [64]: 13)
Bulan Agustus 2008, pesawat Batavia air membawa kami menuju pulau Celebes. Soal OSN Matematika kali ini lebih sulit karena dua hari seleksi, dulu setiap harinya mengerjakan 4 soal dalam waktu 3 jam, tapi kini menjadi 4 jam. Walaupun demikian aku tidak merasa gentar karena kepercayaan diriku jauh lebih tinggi setelah melakukan pesiapan yang matang. Waktu pengumuman tiba, satu persatu nama-nama dipanggil ke depan untuk memperoleh medali. Saat itu relativitas waktu begitu terasa, lama sekali menunggu namaku disebut di jajaran pemenang. Perjuanganku selama satu tahun, pelatihan provinsi selama satu bulan, rangkaian acara perlombaan selama satu minggu, penantian hasil lomba dengan refeshing selama satu hari, jantung yang berdebar-debar menanti pengumuman selama satu jam, terbayarkan semua dengan perjalanan dari tempat duduk ke area pemberian hadiah selama satu menit dan pengalungan medali perunggu selama satu detik.
Maka sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS. Al Insyirah [94]: 5-6)
Peserta OSN Angkatan XVII SMA Taruna Nusantara
Selepas OSN kami langsung kembali ke kampus dengan sambutan yang sangat meraih dari teman-teman. Tapi tidak berlama-lama kami menikmati kemenangan ini, karena kami harus mengejar pelajaran yang tertiggal selama masa pelatihan dan masa perlombaan. Kami berharap Allah akan memudahkan kami dalam mempelajari materi yang sangat banyak dalam waktu yang singkat.
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain), dan hanya kepada Rabbmulah hendaknya kamu berharap. (QS. Al Insyirah [94]: 7-8)
Masa-masa SMA hampir berakhir, tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Sejuta kenangan dan pengalaman selama 3 tahun di SMA TN aku simpan dalam diriku sebagai bekal menghadapi tantangan hidup setalah lulus dari nanti. Aku mulai mencari jurusan yang cocok untukku sebagai pengggemar Matematika, dan akhirnya kutemukan Teknik Elektro atau Informatika. Kedua jurusan ini sangat menjadi daya tarik setiap calon lulusan SMA yang akan melanjutkan kuliah. Sedangkan perguruan tinggi yang aku pilih adalah Institut Teknologi Bandung. Ketatnya persaingan memasuki STEI ITB tidak menyurutkan tekadku untuk menuntut ilmu di tempat yang aku inginkan. Allah memudahkanku untuk meraih impian tersebut karena ITB membuka jalur beasiswa olimpiade. Peraih medali OSN dapt mengikuti USM (Ujian Saringan Masuk) ke beberapa jurusan di ITB. Untuk bidang Matematika bisa memilih jurusan Informatika, tetapi tidak bisa memilih Teknik Elektro. Peserta jalur ini dibebaskan dari biaya SDPA (Sumbangan Dana Pendidikan Awal). Setelah kuliah aku berencana mencari beasiswa untuk biaya kuliah dan biaya hidup selama di Bandung. Aku mendaftar jalur ini pada USM Daerah, kebetulan untuk wilayah Jawa Tengah tempat pelaksanaan USM-nya di TN sehinga sangat memudahkan mekanisme pendataran. Sebulan setelah pelaksanaan USM aku bisa langsung tahu hasilya, dan suasana hatiku menjadi kacau setelah mengetahui kalau hasilnya TIDAK DITERIMA. Persaingan yang sangat ketat dan mahalnya biaya kuliah di ITB membuatku berpikir ulang. Jika aku ikut USM Terpusat dengan cara yang sama, kemungkinan hasilnya juga akan sama. Tetapi jika aku tetap ikut USM dengan menambah pilihan fakultas, aku harus membayar sejumlah uang yang cukup besar. Di saat harapan mulai surut, api semangat mulai redup, dan gejolak hati mulai pasrah menerima keadaan, ada setitik harapan baru yang membangkitkan semangatku untuk berjuang kembali. Untuk pertama kalinya ITB membuka jalur penerimaan BIUS (Beasiswa ITB Untuk Semua), beasiswa yang menjamin bebas biaya SDPA, biaya kuliah, biaya hidup, tempat tinggal dan semua biaya yang dibutuhkan selama menempuh kuliah 4 tahun di ITB.
Gedung Achmad Bakrie (LabTek VIII) - STEI ITB
Aku mencoba keberuntunganku di BIUS ini. Seleksi awal mensyaratkan nilai rapor dan dua halaman essay mengenai motivasi hidup dan kondisi keluarga. Dari 3170 pendaftar, aku termasuk salah atu dari 200 orang yang berhak mengikuti USM Terpusat di Bandung jalur Beasiswa ITB Untuk Semua. Tapi untuk diterima di ITB, aku tidak hanya harus bersaing dengan mereka, tapi juga 8000 pendaftar USM Terpusat lainnya. Untuk memperbesar peluang diterima, kali ini aku memilih 3 fakultas. Berbekal pengalamanku di USM Daerah, dengan lebih mengoptimalkan ikhtiar dan tawakkal aku berhasil diterima di fakultas yang aku idamkan sejak awal, STEI, dan berhak mendapatkan beasiswa tersebut. Suatu karunia yang sangat luar biasa dari Allah Yang Maha Pemberi.
Agar Allah memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan agar Dia menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa batas. (QS. An Nur [24]: 38)
Anak-Anak Beasiswa ITB Untuk Semua
Kini, setelah menjalani masa perkuliahan di ITB, aku merasa lebih berminat ke salah satu jurusan di Depertemen Teknik Elektro, jurusan yang tidak mungkin aku ambil jika diterima melalui jalur beasiswa olimpiade. Belum tentu pula aku bisa mendapatkan beasiswa kuliah dan biaya hidup jika aku diterima lewat jalur ini. Ternyata di balik kegagalanku di USM Daerah, Allah telah menyediakan jalan yang jauh lebih untukku. Sungguh, tidak ada yang bisa menandingi kesempurnaan rencana Allah. Yakinlah apa yang terjadi pada diri kita adalah yang terbaik untuk kita, walau tekadang kita tidak menyukainya.
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. Al Baqarah [2]: 216)
Di ITB, aku tidak hanya bisa belajar keprofesian saja, tapi aku juga bisa mendalami ilmu agama dan mengembangkan bakat melalui unit-unit kegiatan mahasiswa. Sedangkan di BIUS ini, aku bisa berkontribusi nyata dalam kegiatan sosial membantu anak-anak yang ingin belajar di ITB atau menolong anak-anak yang kurang beruntung di sekitar kita. Inilah saat yang tepat bagiku untuk tidak hanya bisa kerja keras, kerja cerdas, dan kerja tuntas, tetapi juga belajar untuk BEKERJA IKHLAS. Sebagai generasi penerus, marilah kita bersama-sama mewujudkan impian para pendahulu kita dengan MEMBERIKAN KARYA TERBAIK BAGI MASYARAKAT, BANGSA, NEGARA, DAN DUNIA.

5 komentar:

Dewi Kusuma Pratiwi mengatakan...

Assalamu'alaykum Setyo... T_T
aku terinspirasi tulisan kamu yang ini.
Izin mencantumkan nama kamu dalam tulisanku ya?

Barakalaah akh, semoga tulisan2 kamu terus menjadi inspirasi untuk orang lain dan dapat menjadi media dakwah.

Dewi Kusuma Pratiwi mengatakan...

ralat, nama=cerita

The Faithful Heart mengatakan...

Iya, silakan.. Tulisan ini ditulis hampir 2 tahun yg lalu,, belum bikin yang lebih update lagi..

Dewi Kusuma Pratiwi mengatakan...

ditunggu updateannya. :-)

Anonim mengatakan...

so amazing..
kisah yang spektakuler dan mengisnspirasi

Posting Komentar

 

DesignBlog BloggerTheme comes under a Creative Commons License. This template is free of charge to create a personal blog. You can make changes to the templates to suit your needs. But You must keep the footer links Intact.